Mei 2013 untuk pertama kalinya bertemu denganmu lagi setelah bertahun-tahun kita tak pernah bertatap muka. entah apa yang aku rasakan saat itu, semua campur aduk.. mulai saat itulah kita kembali berkomunikasi (walau hanya sebatas pekerjaan). terimakasih allah kau telah hadirkan dia kembali, kau telah mempertemukan kami kembali walau hanya sebatas teman.
coretan ayyas
semua dimulai dari coretan kecil
Rabu, 03 Juli 2013
Selasa, 02 Juli 2013
waktu
Percaya
Rasa itu terus melekat
Menunggu waktu untuk mewujudkannya
Membuat kata menjadi sebuah kalimat indah
Tak peduli, Walau hujan terus membasahi bumi ini
Memohon pada waktu agar mempertemukan di ujung hari
Tak peduli, walau langit tak berbintang
Terus memohon kepada waktu agar dipertemukan di taman surga
Percaya
Cinta akan tetap berada disana
Menunggu waktu mengakui keberadaannya
29 Juni 2013
Rasa itu terus melekat
Menunggu waktu untuk mewujudkannya
Membuat kata menjadi sebuah kalimat indah
Tak peduli, Walau hujan terus membasahi bumi ini
Memohon pada waktu agar mempertemukan di ujung hari
Tak peduli, walau langit tak berbintang
Terus memohon kepada waktu agar dipertemukan di taman surga
Percaya
Cinta akan tetap berada disana
Menunggu waktu mengakui keberadaannya
29 Juni 2013
Senin, 24 Juni 2013
ANALISIS STILISTIKA PADA CERPEN DATANGNYA DAN PERGINYA KARYA : A.A. Navis
Bab I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sebuah karya sastra memiliki banyak aspek untuk dikaji melalui berbagai pendekatan. Misalnya pada sebuah cerpen, kita dapat mengkajinya dari sisi manapun sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Beragam pula pendekatan yang dapat dipakai untuk menganalisis suatu karya sastra. Salah satunya adalah pendekatan stilistika.
Stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner dan kesusastraan, penerangan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Gaya kata meliputi gaya etimologi : asal usul kata, penciptaan kata baru, diantaranya prokem, jargon, dan slang. Morfologi meliputi pembentukan kata dengan penggunaan imbuhan (afiks), penghilangan imbuhan, awalan dan akhiran, pembalikan susun kata (metatesis), pemotongan kata-kata, dan penggabungan kata-kata. Semantik meliputi penekanan arti atau makna kata, diantaranya gaya kosakata, diksi atau gaya pemilihan kata, gaya bahasa kiasan, dan saran retorika yang menekankan penggunaan kata.
Cerita pendek yang merupakan salah satu jenis karya sastra dapat kita ambil beberapa unsurnya untuk kemudian dijadikan sebagai objek yang dikaji melalui pendekatan stilistika. Pendekatan stilistika sendiri meliputi gaya bunyi, irama, gaya kata, retorika, gaya kalimat, gaya wacana dan sebagainya.
b. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam dpenelitian ini adalah
1. Bagaimana unsur intrinsik dalam cerpen Datangnya Dan Perginya karya A.A Navis?
2. Bagaimana gaya kata dalam cerpen Datangnya Dan Perginya karya A.A Navis?
Bab II
PEMBAHASAN
A. Sinposis Cerpen Datangnya Dan Perginya
Ketika surat pertama Masri datang, melonjaklah keinginan hendak menemuinya di tahun yang lalu. Surat itu diciumnya berulang-ulang dan disimpannya di antara lembaran Quran. Setiap hari ia membaca Quran itu, setiap itu pula ia menciumnya dan sebuah kalimat yang disenanginya selalu saja mengikat matanya. Meski kalimat itu sudah lengket dalam ingatan masih juga dibacanya lagi.
"Datanglah, Ayah. Hati kami rasa terbakar karena rindu. Tidakkah Ayah ingin berjumpa dengan Arni, menantu Ayah? Dan dengan kedua cucu Ayah, Masra dan Irma?"
"Pakai kumis kau sekarang, Masri. Sudah berubah benar. Berbahagia kau dengan Arni, ya? Sudah dua anakmu sekarang Ayah juga turut berbahagia bersamamu, Nak. Selamanya ayahmu merasa bahagia melihat rumah tangga yang berbahagia. Apalagi engkau, Anakku." Lalu poskar itu dimasukkannya kembali ke dalam amplopnya. Baru setengah, ia keluarkan lagi. Dibawanya ke bibirnya. Tak sampai. Ia ingat ada orang-orang di sekelilingnya. Dan poskar itu dimasukkannya lagi ke dalam amplop. Disimpannya kembali ke dalam saku jasnya. Ia bersandar selelanya. Dan kenangannya melayang ke masa yang lalu.
Selagi Masri berumur tiga tahun, istrinya yang dicintai itu meninggal. Waktu itu ia masih muda. Dan hatinya patah sudah. Dan ia merasa-rasakan, bahwa bahagia tak mungkin lagi datang padanya. Tapi kesunyian menerpanya selalu. Sepi sekali. Itu tiada terderitakan. Dan datangnya pada malam di waktu matanya tak hendak terpicingkan. Datangnya mengoyak-ngoyak. Maka akhirnya ia kawin lagi.
Tapi malah perkawinan ini tambah merusakkan hatinya. Hatinya yang masih mengenang cinta kasih mendiang ibu Masri diobrak-abrik oleh kedatangan perempuan ini. Ia ingin segalanya tiada berubah. Susunan rumahnya, aturan makannya, ia mau seperti yang dilakukan oleh ibu Masri. Tapi istrinya yang baru ini tiada rela suaminya tenggelam dalam suasana lama. Dan mereka tak berbahagia. Pertengkaran sering terjadi sampai mereka bercerai. Meski si istri sedang mengandung.
Pengisian kehampaan dengan dambaan perempuan di sepanjang malam itu, menjadikannya hanyut berlarut-larut. Merusakkan hidupnya sendiri. Hingga Masri yang terdidik kasih sayangnya, menjadi disiksa oleh olok-olok kawan-kawannya di sekolah. Namun si anak tetap tidak percaya bahwa kesucian ayahnya telah rusak. Si anak ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri: benarkah ayahnya seperti yang dikatakan teman-temannya. Dan si anak mengintip. Mengintip kebahagiaan ayahnya dalam rangkulan perempuan jalang itu. Ah, betapalah hancurnya hati si anak. Mungkin ingin ia membutakan matanya, agar segala yang di depan matanya itu tiada terlihat. Dan ia temui ayahnya dengan dendam tiada terbada. Kehadiran Masri menjadi olok-olok perempuan yang dibayarnya. Dan ia merasa terhina dan marah sekali. Tapi si anaklah yang jadi sasaran marahnya. Ditamparnya sekuasa kuatnya. Namun si anak diam dalam kesakitan. Dibiarkannya ayahnya berbuat sesuka hatinya.
"Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo, pergi. Kau bukan anakku lagi!"
"Memang aku bukan anak ayah yang begini. Aku memang mau pergi!" si anak membangkang.
"Kau kurang ajar!"
"Kalau aku kurang ajar, bukan salahku. Perbuatan Ayah yang menyebabkan aku begini. Ayah yang menyebabkan aku lahir tanpa kemauanku! Setelah aku lahir, Ayah lagi yang merusaknya! "
Si ayah betul-betul hilang kesabarannya. Jika tadi perempuan jalang yang dibayarnya sudah pandai menertawakannya, maka sekarang anaknya sendiri yang menghinanya. Ia hendak memukul lagi. Tapi si anak cepat pergi tak kembali lagi ke rumah ayahnya.
Orang tua itu merasa napasnya tertahan. Jantungnya kencang berdebar. Dan ia sadar lagi dari lamunannya. Tepekur ia dalam kesadaran pikirannya. Yang waras. "Memang terlalu," katanya dalam hati. "Perkataan Masri melukai hatiku sungguh-sungguh. Tentu Masri takkan begitu kalau bukan aku ayahnya. Tentu anak orang lain takkan berkata begitu kepada ayahnya. Tentu aku ayah yang salah. Jahat. Kalau aku pikir-pikir kini, Masri, aku merasa kautelanjangi bila aku bertemu kau nanti. Aku memang ayah yang tak baik. Tapi, Anakku, perkataanmu dulu itu benar, Anakku. Perkataanmu dulu menimbulkan kesadaranku kemudian. Malam-malam ketika aku berbaring di tempat tidur di rumah kita, lambat laun aku insaf. Akulah yang salah. Akulah ayah yang celaka. Tapi kau sudah pergi, Anakku. Kepergianmu yang tak kembali lagi itu, menghancurkan hatiku. Aku ingin kau terus di sisiku, karena kau anakku satu-satunya. Karena kau duniaku, tempat aku berpegang lagi. Tapi kau tak ada lagi. Ingin aku maafmu, Nak. Ingin sekali ketika itu. Tapi kau tak kunjung datang.
Ketika ia membalikkan badannya menghadap pintu lagi, alangkah terkejutnya orang tua itu. Kedamaian alam yang memagutnya tadi, serta-merta terlempar jauh, terpelanting remuk. Seorang perempuan kurus hampir serupa mayat, berkecak tegak di ambang pintu. Menatap dengan tegar. Sedangkan laki-laki tua itu terpukau dalam kekecutan dan gigilan. Ia tak mengerti kenapa perempuan itu harus ada di situ. Jalan pikirannya begitu lamban. Maka ia mengajak alamnya berdamai kembali dengan serba sangka yang segala baik atas kehadiran perempuan itu di situ.
"Mengapa kau datang juga?" tanya perempuan itu ketus. Dan keketusan pertanyaan itu demikian kesat masuk ke telinga laki-laki itu. Maka hatinya tersinggung. Rasa kesombongan yang telah lama mengendap jauh di lubuk hatinya, menjolak lagi dengan panasnya. Dan dengan pandangan mata yang menyala berang, ia berkata. "Aku kemari ke rumah anakku. Karena diminta datang." Tapi ucapannya itu hilang di ujung bibirnya yang gemetar. Tak bersuara mencapai sasarannya.
"Kalau datangmu hendak membawa keonaran, pergilah kini-kini," perempuan itu menegas lagi.
"Rumah ini, rumah anakku. Aku datang karena dipanggil," laki-laki tua itu berkata lagi dengan berangnya.
Tapi perempuan itu tidak mendengar apa-apa dari mulut laki-laki yang tegak bagai patung di ambang pintu itu. Dan perempuan itu berkata lagi. "Tapi kalau datangmu untuk kebaikan, masuklah."
"Kedatanganmu merusak."
"Tapi aku sudah tobat. Aku sudah lama menyediakan hidupku untuk kebaikan. Aku sudah lama mengerti apa gunanya dan bagaimana orang harus hidup."
"Tapi kedatanganmu kemari tetap membawa dosa."
"Membawa dosa? Kenapa dosa kubawa? Bukankah aku diminta datang kemari untuk...," ia terhenti sejenak. Tapi kemudian disambungnya lagi. "Maksudku aku datang untuk minta maaf anakku. Demi kebahagiaan anakku dengan istrinya."
"Istri Masri anakku. Juga anakmu," kata perempuan ketus.
Tapi suara Iyah tak tetap lagi. Sudah serak dan terputus-putus. Dia lalu menangis tersedu-sedu. Dan ketika itulah kekukuhan bangunan pendirian laki-laki tua itu hancur berderai-derai. Dia kalah sudah. Kalah oleh perasaan kemanusiaannya yang bertentangan dengan keimanan kepada Tuhannya. Diambilnya bungkusan kainnya, lalu ia melangkah ke pintu. Dan sebelum pintu ditutupnya, berkatalah ia dengan sayu, "Iyah, sebaiknya aku tak kemari. Bahkan kalau hendak memikul dosa-dosalah hidup kita ini, sebaiknya juga kita manusia ini tak usah ada. Tapi manusia tetap ada dan Tuhan pun ada. Dosa kepada Tuhan akan dapat ampunan-Nya kalau kita tobat, Iyah, karena Tuhan itu pengasih dan penyayang. Tapi kalau dosa itu kepada manusia, sukarlah mendapat penyelesaiannya. Dan aku telah lama tidak berbuat dosa lagi bagi manusia, apalagi terhadap manusia yang terdiri dari darah dagingku sendiri. Aku pergi, Iyah. Dan jangan kaukatakan pada siapapun tentang kita, dan tentang apa yang kita lakukan ini. Kau tahu apa yang kita lakukan Iyah."
Perempuan itu mengangguk. Lalu pintu itu tertutup lambat-lambat. Dan laki-laki itu melangkah dengan tenang ke muka, tapi kepalanya tepekur sebagai orang kalah. Dan Iyah tinggal dengan perasaan yang juga pergi dan menghilang jauh meninggalkan pintu yang telah tertutup karena menuruti bekas suaminya, ayah Masri dan juga ayah Arni.
B. Unsur Intrinsik cerpen Datangnya Dan Perginya
a. Tema
Tema yang terkandung dalam cerpen Datangnya Dan Perginya adalah Dosa di masalalu. dalam cerita ini di gambarkan dari seorang tokoh utama yang masalalunya sering bermain dengan wanita jalang sepeninggalan istrinya. Akibat kelakuannya itulah yang menyebabkan pernikahan sedarah di antara kedua anaknya. Dikutip sebagai berikut:
“Selagi Masri berumur tiga tahun, istrinya yang dicintai itu meninggal. Waktu itu ia masih muda. Dan hatinya patah sudah. Dan ia merasa-rasakan, bahwa bahagia tak mungkin lagi datang padanya. Tapi kesunyian menerpanya selalu. Sepi sekali. Itu tiada terderitakan. Dan datangnya pada malam di waktu matanya tak hendak terpicingkan. Datangnya mengoyak-ngoyak. Maka akhirnya ia kawin lagi.”
b. Tokoh dan Penokohan
1. Ayah Masri
Wataknya yang keras, dan egois sangat tergambar dalam cerita ini. Ia rela mengusir Masri, karena Ia merasa Masri telah mempermalukannya di depan perempuan jalang. Saat Ia mengetahui Masri menikah dengan anaknya sendiri Ia sangat inigin memberitahukan tentang itu kepada Masri dan Arni. Ayah masri pun memiliki sifat tinggi hati. Dapat dikutip sebagai berikut:
“Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo, pergi. Kau bukan anakku lagi!”
“aku harus memberitahu mereka. Setelah itu mereka harus bercerai. Ini mesti”
“sifat-sifatku yang tinggi hati, karena malu minta maaf kepada orang yang lebih muda. Aku insaf sekarang, kesombongan itulah menghancurkan kehidupanku selama ini..”
2. Iyah
Seorang yang digambarkan begitu sinis dan merelakan kebahagian demi anaknya. Iyah rela menaggung apa yang telah terjadi termasuk pernikahan kedua anaknya.
“ "Mengapa kau datang juga?" tanya perempuan itu ketus. Dan keketusan pertanyaan itu demikian kesat masuk ke telinga laki-laki itu.”
“ “rela aku menderita segala dosa-dosa ini, asal mereka tetap bahagia”. Suara Iyah memasuki rumpun telinga laki-laki yang tersandar nanar di kursi”
3. Masri
Seorang anak yang sangat mencintai ayahnya, walaupun Ia sangat kecewa dengan ayahnya, Ia tetap memaafkan kesalahan yang telah dilakukan ayahnya
“datanglah, Ayah. Hati kami rasa terbakar karena rindu...”
“dan suratmu yang ketiga beserta wesel uang itu..”
4. Arni
Tokoh Arni tidak digambarkan begitu jelas, dalam cerita ini tokoh Arni hanya disebutkan sebagai istri Masri dan anak dari Ayah masri.
“tidakkah Ayah ingin berjumpa dengan Arni, menantu Ayah?”
“ ”istri Masri anakku. Juga anakmu,”kata perempuan itu ketus”
c. Alur
Alur yang terdapat pada cerpen Datangnya Dan Perginya adalah alur campuran. Cerita bermula dari surat yang dikirim Masri kepada ayahnya, sehingga memunculkan bayangan ayahnya kepada peristiwa-peristiwa dimasa lalunya yang menyebabkan dirinya merasa bersalah dan sangat meridukan Masri. Pemunculan konflik dalam cerita ini yaitu pada saat Ayah Masri ditinggal oleh istrinnya meninggal dunia, saat istrinya meninggal dunialah pemunculan kinflik itu, tokoh Ayah masri ini merasa tidak sanggup hidup sendiri, ia selalu merasa bahagia tidak mungkin datang kepadanya, dan selalu merasa kesepian sehingga ia mengisi kehampaannya dengan dambaan perempuan jalang, saat Masri melihat ayahnya dalam rangkulan perempuan jalang. Kehadiran Masri menjadi olok-olok perempuan yang dibayarnya, ia merasa terhina dan marah sekali tapi sianaklah yang menjadi sasaran marahnya, sehingga ia rela mengusir anaknya sendiri. Peningkatan konflik dalam cerita ini ketika Ayah masri tiba di rumah Masri, anaknya yang sudah lama tidak bertemu, namun orang yang pertama kali ditemuinya adalah seorang perempuan tua yang bertubuh kurus yang menyambutnya dengan kasar, perempuan itu adalah Iyah mantan istrinya. Klimaks dalam cerita ini saat Iyah memberi tahukan bahwa Masri menikah dengan anak Iyah yang juga anak Ayah masri, perdebatan pun terjadi tentang perkawinan sedarah antara Masri dan Arni, tahap penyelesaian dalam cerita ini saat Ayah masri pergi meninggalkan rumah Masri dan ia tidak ingin kedatangannya diketahui oleh siapapun.
d. Latar
1. Tempat
a. Kereta Api, hal ini di gambarkan saat ayah masri menuju rumah masri.
“Kereta api yang ditumpanginya masih melaju kencang”
b. Rumah Masri
“Tapi keraguannya itu segera menyingkir jauh ketika ia memandang keliling ruangan rumah itu. Begitu sederhana, tapi semuanya teratur rapi. Bersih. dan yang terpenting begitu serasinya.”
2. Waktu
Latar waktu yang terjadi dalam cerpen ini adalah Pagi hari
“ Dilemparkan pandangannya keluar jendela. Alam di luar menghijau dan disungkup oleh awan yang memutih di langit. Dikejauhan burung elang terbang berbegar.”
3. Suasana
Suasana dalam cerpen ini terdapat adanya suasana yang memanas yang disebabkan oleh konflik batin antartokohnya. Terlihat pada dialog dan perdebatan antar tokoh. Salah satunya dikutip sebagai berikut:
“Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo pergi dari. Kau bukan anakku lagi. Memang aku bukan anak ayah yang begini. Aku memang mau pergi! Si anak membangkang”
e. Sudut pandang
Sudut padang yang di gunakan pada cerpen datangnya dan perginya, menggunakan sudut pandang orang ketiga. Si pengarang bertindak layaknya seorang dalang yang bisa masuk ke semua pikiran dan perasaan tokoh cerita.
f. Amanat
Amanat yang terdapat dalam cerpen ini menuntut kita untuk menerima setiap kenyataan yang ada dan bahwa kita setiap manusia harus berfikir sebelum melakukan suatu hal karena setiap penyesalan selalu datang belakangan, di sini tergambarkan betapa menyesalnya Ayah masri saat Masri pergi meninggalkannya akibat perlakuannya sendiri.
C. Analisis gaya kata dalam cerpen Datangnya Dan Perginya
1. Etimologi
Etimologi meliputi asal-usul kata dan penciptaan kata baru, dalam cerpen DDP terdapat etimologi yaitu kata Insaf dan Kasip.
Insaf yang berasal dari bahasa Arab yang berarti sadar akan kekeliruannya dan bertekad akan memperbaiki diri ,kata tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini
“Malam-malam ketika aku berbaring di tempat tidur di rumah kita lambat laun aku insaf. Akulah yang salah. Akulah ayah yang celaka.”
Kasip, berasal dari serapan bahasa daerah yang berarti terlambat atau lewat waktu, kata tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini
“Aku kasip mengetahui hubungan darah mereka. Dalam hal ini mereka tidak salah. Dan selagi aku mengatakan sesuatu, aku ditindih perasaan dosa sepanjang waktu.”
2. Morfologi
Kata Kata dasar Imbuhan
Awalan Akhiran Awalan dan akhiran
Melonjaklah Lonjak Me-
Diciumnya Cium Di-
disimpannya simpan Di
Perkawinan Kawin Pe + an
Kedatangan datang Ke + an
Memutih Putih Me-
Berbegar Begar Ber-
Memukul Pukul Me-
Teratur Atur Ter-
Kedamaian Damai Ke+an
Kebahagian Bahagia Ke+an
Ruangan Ruang -an
Dalam cerpen DDP ini terdapat proses afiksasi yaitu:
a. Merasa-rasakan, bila di afiksasikan kata ini menjadi merasakan
“ dan ia merasa-rasakan”
b. Keragu-raguan, bila di afiksasikan kata ini menjadi keraguan
“ tapi keragu-raguan itu segera menyingkir jauh seketika ia memandan keliling ruangan rumah itu.”
Cerpen DDP ini terdapat proses reduplikasi, proses reduplikasi pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak. Dalam cerpen ini yaitu :
a. Mengoyak-oyak
“datangnya mengoyak-ngoyak”
b. Diobrak-abrik
“ Hatinya yang masih mengenang cinta kasih mendiang ibu Masri diobrak-abrik oelh kedatangan perempuan ini”
c. Bertahun-tahun
“bertahun-tahun lamanya”
d. Dikorek-korek
“...bangunan pendiriannya telah dikorek-korek”
e. Berbalik-balik
“ dalam sempoyongan itu, berbalik-balik sejarah kehidupannya yang lama”
3. Semantik
a) Gaya Kosakata
Gaya kosakata adalah penggunaan kata tertentu untuk mendapatkan efek kepuitisan tertentu. A.A Navis merupakan sastrawan dengan berlatar belakang Minangkabau, mempunyai nilai religi yang tinggi, dalam cerpen DDP ini terdapat kosakata yang mempunyai nilai religi yaitu :
1. Quran
“ Surat itu diciumnya berulang-ulang dan disimpannya di antara lembaran Quran”
2. Meninggal
“ Selagi Masri berumur tiga tahun, istrinya yang dicintainya itu meninggal”
3. Surga
“...ah maka itu dunia ini tak mungkin jadi surga gerangan”
4. Insaf
“malam-malam ketika aku berbaring di tempat tidur di rumah kita, lambat laun aku insaf”
5. Tobat
“kemudian aku tobat, anakku”
6. Masjid
“aku tinggal di mesjid sana”
7. Dosa
“ hendaknya jika aku mati, matiku dalam kebersihan dosa-dosa”
8. Tuhan
“aku serahkan diriku kepada Allah”
b) Gaya pemilihan Kata
Pemilihan kata dipergunakan untuk mendapat arti (makna) setepat-tepatnya untuk intensitas pernyataan (ekspresi).
Kata-kata yang dipergunakan dipilih oleh pengarang karena dianggap paling tepat untuk mendapatkan makna yang sesuai. seperti kata insaf dipilih pengarang untuk memperkuat jalannya cerita, untuk menyatakan kemauan si tokoh Ayah masri ini benar-benar ingin berubah dan telah menyesal dengan apa yang telah diperbuatnya.
c) Bahasa kiasan
Penggunaan bahasa kiasan yaitu untuk menyatakan suatu hal secara tidak langsung dengan menyamakan suatu hal dengan hal yang lain yang sesungguhnya tidak sama auntuk mendapatkan gambaran angan atau imaji yang jelas.
Pada cerpen DDP ini terdapat beberapa kata yang mengandung Hiperbola. Hiperbola adalah gaya bahasa yang dipakai jika seseorang hendak melukiskan peristiwa atau keadaan dengan cara berlebih-lebihan dari sesungguhnya. Dikutip sebagai berikut:
“ Datanglah, ayah. Hati kami rasa terbakar karena rindu. Tidaklah ayah ingin berjumpa dengan arni, menantu ayah?...”
“..Ketika kereta bertambah perlahan jalannya, bertambah kencanglah jantungnya memukul. Maka yakinlah ia akan berjumpa dengan anaknya...”
Bahasa kiasan lain yang terdapat dalam cerpen ini adalah Simile. Simile merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai, bak, dan laksana. Dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
“... orang-orang sekitarnya sudah habis mengantuk. Kepalanya mengangguk-angguk bagai kepala boneka bergoyang...”
“ Tapi perempuan itu tadak mendengaar apa-apa dari mulut laki-laki yang tegak bagai patung di ambang pintu itu..”
d) Sarana retorika
Penggunaan retorika disini bertujuan untuk berusaha menarik perasaan atau pikiran pembaca sehingga pembaca ikut masuk dan merasakan apa yang dikhayalkan penulis hingga terasuk pikirannya.
Dalam hal ini penulis membuat pembaca dapat merasakan tentang penyesalan, dan kecemasan yang di rasakan oleh Ayah Masri dan Iyah tentang pernikahan sedarah yang dilakukan oleh Masri dan Arni.
Bab III
SIMPULAN
Cerpen Datangnya Dan Perginya karya A.A. Navis ini begitu menarik untuk dibaca karena pembaca dapat merasakan kekecewaan dan penyesalan seperti yang tertulis di dalam cerita. Dalam analis gaya kata, cerpen ini menggunakan kata serapan bahasa asing dan bahasa daerah untuk memperkuat jalannya cerita. Gaya kosakata dalam cerpen ini banyak sekali ditemukan kata-kata yang bernilai religi dan banyak ditemukan proses afiksasi dan reduplikasi.
Daftar Pustaka
http:/www.mastereon.com/2012/05/datangnya-dan-perginya.html?m=1
http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/morfologi-2/
Pradopo, rachmat djoko. 2005. Kajian Stilistika. Yogyakarta: UGM
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sebuah karya sastra memiliki banyak aspek untuk dikaji melalui berbagai pendekatan. Misalnya pada sebuah cerpen, kita dapat mengkajinya dari sisi manapun sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Beragam pula pendekatan yang dapat dipakai untuk menganalisis suatu karya sastra. Salah satunya adalah pendekatan stilistika.
Stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner dan kesusastraan, penerangan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Gaya kata meliputi gaya etimologi : asal usul kata, penciptaan kata baru, diantaranya prokem, jargon, dan slang. Morfologi meliputi pembentukan kata dengan penggunaan imbuhan (afiks), penghilangan imbuhan, awalan dan akhiran, pembalikan susun kata (metatesis), pemotongan kata-kata, dan penggabungan kata-kata. Semantik meliputi penekanan arti atau makna kata, diantaranya gaya kosakata, diksi atau gaya pemilihan kata, gaya bahasa kiasan, dan saran retorika yang menekankan penggunaan kata.
Cerita pendek yang merupakan salah satu jenis karya sastra dapat kita ambil beberapa unsurnya untuk kemudian dijadikan sebagai objek yang dikaji melalui pendekatan stilistika. Pendekatan stilistika sendiri meliputi gaya bunyi, irama, gaya kata, retorika, gaya kalimat, gaya wacana dan sebagainya.
b. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam dpenelitian ini adalah
1. Bagaimana unsur intrinsik dalam cerpen Datangnya Dan Perginya karya A.A Navis?
2. Bagaimana gaya kata dalam cerpen Datangnya Dan Perginya karya A.A Navis?
Bab II
PEMBAHASAN
A. Sinposis Cerpen Datangnya Dan Perginya
Ketika surat pertama Masri datang, melonjaklah keinginan hendak menemuinya di tahun yang lalu. Surat itu diciumnya berulang-ulang dan disimpannya di antara lembaran Quran. Setiap hari ia membaca Quran itu, setiap itu pula ia menciumnya dan sebuah kalimat yang disenanginya selalu saja mengikat matanya. Meski kalimat itu sudah lengket dalam ingatan masih juga dibacanya lagi.
"Datanglah, Ayah. Hati kami rasa terbakar karena rindu. Tidakkah Ayah ingin berjumpa dengan Arni, menantu Ayah? Dan dengan kedua cucu Ayah, Masra dan Irma?"
"Pakai kumis kau sekarang, Masri. Sudah berubah benar. Berbahagia kau dengan Arni, ya? Sudah dua anakmu sekarang Ayah juga turut berbahagia bersamamu, Nak. Selamanya ayahmu merasa bahagia melihat rumah tangga yang berbahagia. Apalagi engkau, Anakku." Lalu poskar itu dimasukkannya kembali ke dalam amplopnya. Baru setengah, ia keluarkan lagi. Dibawanya ke bibirnya. Tak sampai. Ia ingat ada orang-orang di sekelilingnya. Dan poskar itu dimasukkannya lagi ke dalam amplop. Disimpannya kembali ke dalam saku jasnya. Ia bersandar selelanya. Dan kenangannya melayang ke masa yang lalu.
Selagi Masri berumur tiga tahun, istrinya yang dicintai itu meninggal. Waktu itu ia masih muda. Dan hatinya patah sudah. Dan ia merasa-rasakan, bahwa bahagia tak mungkin lagi datang padanya. Tapi kesunyian menerpanya selalu. Sepi sekali. Itu tiada terderitakan. Dan datangnya pada malam di waktu matanya tak hendak terpicingkan. Datangnya mengoyak-ngoyak. Maka akhirnya ia kawin lagi.
Tapi malah perkawinan ini tambah merusakkan hatinya. Hatinya yang masih mengenang cinta kasih mendiang ibu Masri diobrak-abrik oleh kedatangan perempuan ini. Ia ingin segalanya tiada berubah. Susunan rumahnya, aturan makannya, ia mau seperti yang dilakukan oleh ibu Masri. Tapi istrinya yang baru ini tiada rela suaminya tenggelam dalam suasana lama. Dan mereka tak berbahagia. Pertengkaran sering terjadi sampai mereka bercerai. Meski si istri sedang mengandung.
Pengisian kehampaan dengan dambaan perempuan di sepanjang malam itu, menjadikannya hanyut berlarut-larut. Merusakkan hidupnya sendiri. Hingga Masri yang terdidik kasih sayangnya, menjadi disiksa oleh olok-olok kawan-kawannya di sekolah. Namun si anak tetap tidak percaya bahwa kesucian ayahnya telah rusak. Si anak ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri: benarkah ayahnya seperti yang dikatakan teman-temannya. Dan si anak mengintip. Mengintip kebahagiaan ayahnya dalam rangkulan perempuan jalang itu. Ah, betapalah hancurnya hati si anak. Mungkin ingin ia membutakan matanya, agar segala yang di depan matanya itu tiada terlihat. Dan ia temui ayahnya dengan dendam tiada terbada. Kehadiran Masri menjadi olok-olok perempuan yang dibayarnya. Dan ia merasa terhina dan marah sekali. Tapi si anaklah yang jadi sasaran marahnya. Ditamparnya sekuasa kuatnya. Namun si anak diam dalam kesakitan. Dibiarkannya ayahnya berbuat sesuka hatinya.
"Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo, pergi. Kau bukan anakku lagi!"
"Memang aku bukan anak ayah yang begini. Aku memang mau pergi!" si anak membangkang.
"Kau kurang ajar!"
"Kalau aku kurang ajar, bukan salahku. Perbuatan Ayah yang menyebabkan aku begini. Ayah yang menyebabkan aku lahir tanpa kemauanku! Setelah aku lahir, Ayah lagi yang merusaknya! "
Si ayah betul-betul hilang kesabarannya. Jika tadi perempuan jalang yang dibayarnya sudah pandai menertawakannya, maka sekarang anaknya sendiri yang menghinanya. Ia hendak memukul lagi. Tapi si anak cepat pergi tak kembali lagi ke rumah ayahnya.
Orang tua itu merasa napasnya tertahan. Jantungnya kencang berdebar. Dan ia sadar lagi dari lamunannya. Tepekur ia dalam kesadaran pikirannya. Yang waras. "Memang terlalu," katanya dalam hati. "Perkataan Masri melukai hatiku sungguh-sungguh. Tentu Masri takkan begitu kalau bukan aku ayahnya. Tentu anak orang lain takkan berkata begitu kepada ayahnya. Tentu aku ayah yang salah. Jahat. Kalau aku pikir-pikir kini, Masri, aku merasa kautelanjangi bila aku bertemu kau nanti. Aku memang ayah yang tak baik. Tapi, Anakku, perkataanmu dulu itu benar, Anakku. Perkataanmu dulu menimbulkan kesadaranku kemudian. Malam-malam ketika aku berbaring di tempat tidur di rumah kita, lambat laun aku insaf. Akulah yang salah. Akulah ayah yang celaka. Tapi kau sudah pergi, Anakku. Kepergianmu yang tak kembali lagi itu, menghancurkan hatiku. Aku ingin kau terus di sisiku, karena kau anakku satu-satunya. Karena kau duniaku, tempat aku berpegang lagi. Tapi kau tak ada lagi. Ingin aku maafmu, Nak. Ingin sekali ketika itu. Tapi kau tak kunjung datang.
Ketika ia membalikkan badannya menghadap pintu lagi, alangkah terkejutnya orang tua itu. Kedamaian alam yang memagutnya tadi, serta-merta terlempar jauh, terpelanting remuk. Seorang perempuan kurus hampir serupa mayat, berkecak tegak di ambang pintu. Menatap dengan tegar. Sedangkan laki-laki tua itu terpukau dalam kekecutan dan gigilan. Ia tak mengerti kenapa perempuan itu harus ada di situ. Jalan pikirannya begitu lamban. Maka ia mengajak alamnya berdamai kembali dengan serba sangka yang segala baik atas kehadiran perempuan itu di situ.
"Mengapa kau datang juga?" tanya perempuan itu ketus. Dan keketusan pertanyaan itu demikian kesat masuk ke telinga laki-laki itu. Maka hatinya tersinggung. Rasa kesombongan yang telah lama mengendap jauh di lubuk hatinya, menjolak lagi dengan panasnya. Dan dengan pandangan mata yang menyala berang, ia berkata. "Aku kemari ke rumah anakku. Karena diminta datang." Tapi ucapannya itu hilang di ujung bibirnya yang gemetar. Tak bersuara mencapai sasarannya.
"Kalau datangmu hendak membawa keonaran, pergilah kini-kini," perempuan itu menegas lagi.
"Rumah ini, rumah anakku. Aku datang karena dipanggil," laki-laki tua itu berkata lagi dengan berangnya.
Tapi perempuan itu tidak mendengar apa-apa dari mulut laki-laki yang tegak bagai patung di ambang pintu itu. Dan perempuan itu berkata lagi. "Tapi kalau datangmu untuk kebaikan, masuklah."
"Kedatanganmu merusak."
"Tapi aku sudah tobat. Aku sudah lama menyediakan hidupku untuk kebaikan. Aku sudah lama mengerti apa gunanya dan bagaimana orang harus hidup."
"Tapi kedatanganmu kemari tetap membawa dosa."
"Membawa dosa? Kenapa dosa kubawa? Bukankah aku diminta datang kemari untuk...," ia terhenti sejenak. Tapi kemudian disambungnya lagi. "Maksudku aku datang untuk minta maaf anakku. Demi kebahagiaan anakku dengan istrinya."
"Istri Masri anakku. Juga anakmu," kata perempuan ketus.
Tapi suara Iyah tak tetap lagi. Sudah serak dan terputus-putus. Dia lalu menangis tersedu-sedu. Dan ketika itulah kekukuhan bangunan pendirian laki-laki tua itu hancur berderai-derai. Dia kalah sudah. Kalah oleh perasaan kemanusiaannya yang bertentangan dengan keimanan kepada Tuhannya. Diambilnya bungkusan kainnya, lalu ia melangkah ke pintu. Dan sebelum pintu ditutupnya, berkatalah ia dengan sayu, "Iyah, sebaiknya aku tak kemari. Bahkan kalau hendak memikul dosa-dosalah hidup kita ini, sebaiknya juga kita manusia ini tak usah ada. Tapi manusia tetap ada dan Tuhan pun ada. Dosa kepada Tuhan akan dapat ampunan-Nya kalau kita tobat, Iyah, karena Tuhan itu pengasih dan penyayang. Tapi kalau dosa itu kepada manusia, sukarlah mendapat penyelesaiannya. Dan aku telah lama tidak berbuat dosa lagi bagi manusia, apalagi terhadap manusia yang terdiri dari darah dagingku sendiri. Aku pergi, Iyah. Dan jangan kaukatakan pada siapapun tentang kita, dan tentang apa yang kita lakukan ini. Kau tahu apa yang kita lakukan Iyah."
Perempuan itu mengangguk. Lalu pintu itu tertutup lambat-lambat. Dan laki-laki itu melangkah dengan tenang ke muka, tapi kepalanya tepekur sebagai orang kalah. Dan Iyah tinggal dengan perasaan yang juga pergi dan menghilang jauh meninggalkan pintu yang telah tertutup karena menuruti bekas suaminya, ayah Masri dan juga ayah Arni.
B. Unsur Intrinsik cerpen Datangnya Dan Perginya
a. Tema
Tema yang terkandung dalam cerpen Datangnya Dan Perginya adalah Dosa di masalalu. dalam cerita ini di gambarkan dari seorang tokoh utama yang masalalunya sering bermain dengan wanita jalang sepeninggalan istrinya. Akibat kelakuannya itulah yang menyebabkan pernikahan sedarah di antara kedua anaknya. Dikutip sebagai berikut:
“Selagi Masri berumur tiga tahun, istrinya yang dicintai itu meninggal. Waktu itu ia masih muda. Dan hatinya patah sudah. Dan ia merasa-rasakan, bahwa bahagia tak mungkin lagi datang padanya. Tapi kesunyian menerpanya selalu. Sepi sekali. Itu tiada terderitakan. Dan datangnya pada malam di waktu matanya tak hendak terpicingkan. Datangnya mengoyak-ngoyak. Maka akhirnya ia kawin lagi.”
b. Tokoh dan Penokohan
1. Ayah Masri
Wataknya yang keras, dan egois sangat tergambar dalam cerita ini. Ia rela mengusir Masri, karena Ia merasa Masri telah mempermalukannya di depan perempuan jalang. Saat Ia mengetahui Masri menikah dengan anaknya sendiri Ia sangat inigin memberitahukan tentang itu kepada Masri dan Arni. Ayah masri pun memiliki sifat tinggi hati. Dapat dikutip sebagai berikut:
“Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo, pergi. Kau bukan anakku lagi!”
“aku harus memberitahu mereka. Setelah itu mereka harus bercerai. Ini mesti”
“sifat-sifatku yang tinggi hati, karena malu minta maaf kepada orang yang lebih muda. Aku insaf sekarang, kesombongan itulah menghancurkan kehidupanku selama ini..”
2. Iyah
Seorang yang digambarkan begitu sinis dan merelakan kebahagian demi anaknya. Iyah rela menaggung apa yang telah terjadi termasuk pernikahan kedua anaknya.
“ "Mengapa kau datang juga?" tanya perempuan itu ketus. Dan keketusan pertanyaan itu demikian kesat masuk ke telinga laki-laki itu.”
“ “rela aku menderita segala dosa-dosa ini, asal mereka tetap bahagia”. Suara Iyah memasuki rumpun telinga laki-laki yang tersandar nanar di kursi”
3. Masri
Seorang anak yang sangat mencintai ayahnya, walaupun Ia sangat kecewa dengan ayahnya, Ia tetap memaafkan kesalahan yang telah dilakukan ayahnya
“datanglah, Ayah. Hati kami rasa terbakar karena rindu...”
“dan suratmu yang ketiga beserta wesel uang itu..”
4. Arni
Tokoh Arni tidak digambarkan begitu jelas, dalam cerita ini tokoh Arni hanya disebutkan sebagai istri Masri dan anak dari Ayah masri.
“tidakkah Ayah ingin berjumpa dengan Arni, menantu Ayah?”
“ ”istri Masri anakku. Juga anakmu,”kata perempuan itu ketus”
c. Alur
Alur yang terdapat pada cerpen Datangnya Dan Perginya adalah alur campuran. Cerita bermula dari surat yang dikirim Masri kepada ayahnya, sehingga memunculkan bayangan ayahnya kepada peristiwa-peristiwa dimasa lalunya yang menyebabkan dirinya merasa bersalah dan sangat meridukan Masri. Pemunculan konflik dalam cerita ini yaitu pada saat Ayah Masri ditinggal oleh istrinnya meninggal dunia, saat istrinya meninggal dunialah pemunculan kinflik itu, tokoh Ayah masri ini merasa tidak sanggup hidup sendiri, ia selalu merasa bahagia tidak mungkin datang kepadanya, dan selalu merasa kesepian sehingga ia mengisi kehampaannya dengan dambaan perempuan jalang, saat Masri melihat ayahnya dalam rangkulan perempuan jalang. Kehadiran Masri menjadi olok-olok perempuan yang dibayarnya, ia merasa terhina dan marah sekali tapi sianaklah yang menjadi sasaran marahnya, sehingga ia rela mengusir anaknya sendiri. Peningkatan konflik dalam cerita ini ketika Ayah masri tiba di rumah Masri, anaknya yang sudah lama tidak bertemu, namun orang yang pertama kali ditemuinya adalah seorang perempuan tua yang bertubuh kurus yang menyambutnya dengan kasar, perempuan itu adalah Iyah mantan istrinya. Klimaks dalam cerita ini saat Iyah memberi tahukan bahwa Masri menikah dengan anak Iyah yang juga anak Ayah masri, perdebatan pun terjadi tentang perkawinan sedarah antara Masri dan Arni, tahap penyelesaian dalam cerita ini saat Ayah masri pergi meninggalkan rumah Masri dan ia tidak ingin kedatangannya diketahui oleh siapapun.
d. Latar
1. Tempat
a. Kereta Api, hal ini di gambarkan saat ayah masri menuju rumah masri.
“Kereta api yang ditumpanginya masih melaju kencang”
b. Rumah Masri
“Tapi keraguannya itu segera menyingkir jauh ketika ia memandang keliling ruangan rumah itu. Begitu sederhana, tapi semuanya teratur rapi. Bersih. dan yang terpenting begitu serasinya.”
2. Waktu
Latar waktu yang terjadi dalam cerpen ini adalah Pagi hari
“ Dilemparkan pandangannya keluar jendela. Alam di luar menghijau dan disungkup oleh awan yang memutih di langit. Dikejauhan burung elang terbang berbegar.”
3. Suasana
Suasana dalam cerpen ini terdapat adanya suasana yang memanas yang disebabkan oleh konflik batin antartokohnya. Terlihat pada dialog dan perdebatan antar tokoh. Salah satunya dikutip sebagai berikut:
“Kurang ajar kau. Bikin malu. Ayo pergi dari. Kau bukan anakku lagi. Memang aku bukan anak ayah yang begini. Aku memang mau pergi! Si anak membangkang”
e. Sudut pandang
Sudut padang yang di gunakan pada cerpen datangnya dan perginya, menggunakan sudut pandang orang ketiga. Si pengarang bertindak layaknya seorang dalang yang bisa masuk ke semua pikiran dan perasaan tokoh cerita.
f. Amanat
Amanat yang terdapat dalam cerpen ini menuntut kita untuk menerima setiap kenyataan yang ada dan bahwa kita setiap manusia harus berfikir sebelum melakukan suatu hal karena setiap penyesalan selalu datang belakangan, di sini tergambarkan betapa menyesalnya Ayah masri saat Masri pergi meninggalkannya akibat perlakuannya sendiri.
C. Analisis gaya kata dalam cerpen Datangnya Dan Perginya
1. Etimologi
Etimologi meliputi asal-usul kata dan penciptaan kata baru, dalam cerpen DDP terdapat etimologi yaitu kata Insaf dan Kasip.
Insaf yang berasal dari bahasa Arab yang berarti sadar akan kekeliruannya dan bertekad akan memperbaiki diri ,kata tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini
“Malam-malam ketika aku berbaring di tempat tidur di rumah kita lambat laun aku insaf. Akulah yang salah. Akulah ayah yang celaka.”
Kasip, berasal dari serapan bahasa daerah yang berarti terlambat atau lewat waktu, kata tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini
“Aku kasip mengetahui hubungan darah mereka. Dalam hal ini mereka tidak salah. Dan selagi aku mengatakan sesuatu, aku ditindih perasaan dosa sepanjang waktu.”
2. Morfologi
Kata Kata dasar Imbuhan
Awalan Akhiran Awalan dan akhiran
Melonjaklah Lonjak Me-
Diciumnya Cium Di-
disimpannya simpan Di
Perkawinan Kawin Pe + an
Kedatangan datang Ke + an
Memutih Putih Me-
Berbegar Begar Ber-
Memukul Pukul Me-
Teratur Atur Ter-
Kedamaian Damai Ke+an
Kebahagian Bahagia Ke+an
Ruangan Ruang -an
Dalam cerpen DDP ini terdapat proses afiksasi yaitu:
a. Merasa-rasakan, bila di afiksasikan kata ini menjadi merasakan
“ dan ia merasa-rasakan”
b. Keragu-raguan, bila di afiksasikan kata ini menjadi keraguan
“ tapi keragu-raguan itu segera menyingkir jauh seketika ia memandan keliling ruangan rumah itu.”
Cerpen DDP ini terdapat proses reduplikasi, proses reduplikasi pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak. Dalam cerpen ini yaitu :
a. Mengoyak-oyak
“datangnya mengoyak-ngoyak”
b. Diobrak-abrik
“ Hatinya yang masih mengenang cinta kasih mendiang ibu Masri diobrak-abrik oelh kedatangan perempuan ini”
c. Bertahun-tahun
“bertahun-tahun lamanya”
d. Dikorek-korek
“...bangunan pendiriannya telah dikorek-korek”
e. Berbalik-balik
“ dalam sempoyongan itu, berbalik-balik sejarah kehidupannya yang lama”
3. Semantik
a) Gaya Kosakata
Gaya kosakata adalah penggunaan kata tertentu untuk mendapatkan efek kepuitisan tertentu. A.A Navis merupakan sastrawan dengan berlatar belakang Minangkabau, mempunyai nilai religi yang tinggi, dalam cerpen DDP ini terdapat kosakata yang mempunyai nilai religi yaitu :
1. Quran
“ Surat itu diciumnya berulang-ulang dan disimpannya di antara lembaran Quran”
2. Meninggal
“ Selagi Masri berumur tiga tahun, istrinya yang dicintainya itu meninggal”
3. Surga
“...ah maka itu dunia ini tak mungkin jadi surga gerangan”
4. Insaf
“malam-malam ketika aku berbaring di tempat tidur di rumah kita, lambat laun aku insaf”
5. Tobat
“kemudian aku tobat, anakku”
6. Masjid
“aku tinggal di mesjid sana”
7. Dosa
“ hendaknya jika aku mati, matiku dalam kebersihan dosa-dosa”
8. Tuhan
“aku serahkan diriku kepada Allah”
b) Gaya pemilihan Kata
Pemilihan kata dipergunakan untuk mendapat arti (makna) setepat-tepatnya untuk intensitas pernyataan (ekspresi).
Kata-kata yang dipergunakan dipilih oleh pengarang karena dianggap paling tepat untuk mendapatkan makna yang sesuai. seperti kata insaf dipilih pengarang untuk memperkuat jalannya cerita, untuk menyatakan kemauan si tokoh Ayah masri ini benar-benar ingin berubah dan telah menyesal dengan apa yang telah diperbuatnya.
c) Bahasa kiasan
Penggunaan bahasa kiasan yaitu untuk menyatakan suatu hal secara tidak langsung dengan menyamakan suatu hal dengan hal yang lain yang sesungguhnya tidak sama auntuk mendapatkan gambaran angan atau imaji yang jelas.
Pada cerpen DDP ini terdapat beberapa kata yang mengandung Hiperbola. Hiperbola adalah gaya bahasa yang dipakai jika seseorang hendak melukiskan peristiwa atau keadaan dengan cara berlebih-lebihan dari sesungguhnya. Dikutip sebagai berikut:
“ Datanglah, ayah. Hati kami rasa terbakar karena rindu. Tidaklah ayah ingin berjumpa dengan arni, menantu ayah?...”
“..Ketika kereta bertambah perlahan jalannya, bertambah kencanglah jantungnya memukul. Maka yakinlah ia akan berjumpa dengan anaknya...”
Bahasa kiasan lain yang terdapat dalam cerpen ini adalah Simile. Simile merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai, bak, dan laksana. Dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
“... orang-orang sekitarnya sudah habis mengantuk. Kepalanya mengangguk-angguk bagai kepala boneka bergoyang...”
“ Tapi perempuan itu tadak mendengaar apa-apa dari mulut laki-laki yang tegak bagai patung di ambang pintu itu..”
d) Sarana retorika
Penggunaan retorika disini bertujuan untuk berusaha menarik perasaan atau pikiran pembaca sehingga pembaca ikut masuk dan merasakan apa yang dikhayalkan penulis hingga terasuk pikirannya.
Dalam hal ini penulis membuat pembaca dapat merasakan tentang penyesalan, dan kecemasan yang di rasakan oleh Ayah Masri dan Iyah tentang pernikahan sedarah yang dilakukan oleh Masri dan Arni.
Bab III
SIMPULAN
Cerpen Datangnya Dan Perginya karya A.A. Navis ini begitu menarik untuk dibaca karena pembaca dapat merasakan kekecewaan dan penyesalan seperti yang tertulis di dalam cerita. Dalam analis gaya kata, cerpen ini menggunakan kata serapan bahasa asing dan bahasa daerah untuk memperkuat jalannya cerita. Gaya kosakata dalam cerpen ini banyak sekali ditemukan kata-kata yang bernilai religi dan banyak ditemukan proses afiksasi dan reduplikasi.
Daftar Pustaka
http:/www.mastereon.com/2012/05/datangnya-dan-perginya.html?m=1
http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/morfologi-2/
Pradopo, rachmat djoko. 2005. Kajian Stilistika. Yogyakarta: UGM
HERAN
Matahari belum sepenuhnya muncul, embun pagi masih menghiasi rerumputan, jam pun menunjukan pukul 05.00. Dila langsung bergegas bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan kembali ke kamar untuk shalat. Ya setiap minggu pagi, Dila meluangkan waktunya untuk berolahraga. Dila berlari-lari kecil di komplek perumahan yang tak jauh dari rumahnya.
Nadila Az-zahra namanya, usianya baru genap 19 tahun. Gadis cantik blasteran Jawa-Arab ini biasa di panggil Dila. Ia suka sekali menulis cerpen dan membaca. Beberapa cerpen karyanya sudah dimuat dimajalah-majalah remaja. Dila juga sangat suka berolahraga, tak jarang ia meluangkan waktunya untuk berolahraga.
Nadila Az-zahra namanya, usianya baru genap 19 tahun. Gadis cantik blasteran Jawa-Arab ini biasa di panggil Dila. Ia suka sekali menulis cerpen dan membaca. Beberapa cerpen karyanya sudah dimuat dimajalah-majalah remaja. Dila juga sangat suka berolahraga, tak jarang ia meluangkan waktunya untuk berolahraga.
Dila terus berlari sambil menikmati suasana pagi yang begitu sejuk, sedang asyiknya ia berlari seorang pria menghampiri dirinya. Tiba-tiba saja Pria itu menanyakan bagaimana kabarnya, padahal Dila sama sekali tidak mengenal orang itu. Pria itu terus saja menanyakan tentang Dila sekarang, Dila pun hanya terdiam. Anehnya Pria itu langsung saja menceritakan saat-saat mereka sekolah dulu. Dila pun mulai tidak mengerti apa maksud Pria itu. “Memangnya kamu siapa?” tanya Dila. “Ha..Ha..Ha kamu tidak mengenal aku?” jawab Pria itu. “Mengapa kamu tertawa? Iya aku tidak kenal sama kamu!” ujar Dila sambil berusaha menghindar dari Pria itu. Usaha Dila untuk menghindar dari Pria itu pun gagal, Pria itu masih saja mengikutinya. Emosi Dila sepertinya mulai memuncak, ia semakin tak mengerti dengan Pria ini. Tak lama Pria itu pun memperkenalkan dirinya “Aku Nizam. Kamu benar-benar lupa sama aku” ujar pria itu. Entah mengapa saat Dila mendengar nama itu, ia tiba-tiba gugup “ya Tuhan, mengapa tiba-tiba tulang-tulang di sekujur tubuhku terasa bergemeretak, jantung ini berdegub lebih kencang dari biasanya. Ahh ada apa dengan ku?” ucapnya dalam hati.
Muhammad Nizam namanya, Nizam biasa ia disapa. Seorang pria tampan yang mengikuti Dila dari tadi, ternyata teman sekolah Dila waktu SMP. Nizam adalah sosok pria yang Dila kagumi waktu itu. Selain wajahnya yang tampan Nizam juga seorang anak yang cerdas.
Dila pun beristirahat sejenak, dengan meminum air mineral seharga 2500 rupiah. “Kamu beneran Nizam? Tanya Dila dengan heran. “Iya, aku Nizam masa kamu tidak percaya” jawab Nizam sambil tersenyum. Nizam pun mengajak Dila untuk makan bubur ayam. Tapi Dila masih saja merasa heran, karena Nizam sekarang tak seperti Nizam yang dulu ia kenal, kini Nizam terlihat lebih tinggi dan wajahnya pun semakin tampan. Cukup lama memang mereka tak bertemu. Sembari makan bubur mereka terus saja melanjutkan pembicaraannya. Mereka menceritakan tentang kesibukan mereka masing-masing. Tapi lama-lama pembicaraan itu pun berubah menjadi pembahasan yang aneh. “Aku boleh minta nomor handphone kamu ga?” tanya Nizam. “mau nomor handphone aku? Wani Piro?” jawab Dila dengan candanya. “Ha..Ha..Ha. Kamu ini ga pernah berubah dari dulu!” ucap Nizam. Dila pun hanya tersenyum dan langsung memberikan nomor handphonenya.
Matahari pun sudah muncul sepenuhnya, Dila memutuskan untuk pulang kerumah. Sampai di rumah, Dila langsung membantu ibunya, merapihkan kamar, dan mandi. Menanti datangnya anak-anak ke rumah. Kini ia memiliki tugas baru, Dila akan mengajarkan anak-anak di sekitar rumahnya, walaupun hanya mengajarkan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika namun Dila cukup senang. Saat Dila sedang asyik mengajarkan anak-anak. Tiba-tiba handphone yang berada di kamarnya berbunyi. Ternyata telepon dari Sukma temannya. Sukma ingin mengadakan kumpul hari ini bersama teman-teman yang lainnya. Jarum jam pun telah menunjuk keangka sebelas, anak-anak pun mulai pulang ke rumah mereka masing-masing. Dila pun beristirahat sejenak sebelum akhirnya ia pergi bertemu dengan teman-teman lamanya.
Pukul 12.30 pun tiba. Dila bersiap-siap, ia mengganti pakaiannya. Dan langsung berpamitan pada ibunya. Dila akan pergi kesalah satu mall di Tangerang, karena Dila akan bertemu teman-temanya di mall itu. Dila datang lebih awal dari teman-temannya yang lain. Untuk membuat dirinya tidak jenuh Dila pun memesan secangkir ice cappuccino. Saat Dila sedang meninum ice cappuccino, datanglah teman-temannya. Tapi kini lebih banyak dari biasanya. Ternyata Nizam ikut berkumpul hari itu. “Hey, tumben ikut kumpul?” tanya Dila pada Nizam. “Iya, kebetulankan lagi di Tangerang!” jawab Nizam. Nizam pun duduk di samping Dila. Mereka berbincang-bincang dengan seru bahkan sampai tertawa terbahak-bahak. Tapi kali ini Dila dan Nizam menjadi bahan ledekan “Cie..cie yang tadi pagi abis ketemu!” ucap Andi. “Siapa Ndi yang abis ketemu?” tanya Sukma. “Itu..tuh” jawab Andi sambil melirikan matanya pada Dila dan Nizam. Dila pun bersikap biasa saja, namun Nizam bersikap begitu aneh, ia tersipu malu karena ledekan dari teman-temannya. “Eh Zam, memangnya kamu itu kemana aja?” tanya Dila. Belum Nizam menjawab malah teman-temannya yang mendahului “Nizam kan sekolah penerbangan Dil di Bandung!” jawab Sukma. “Cie..cie kangen nih” ucap teman-teman Dila. Dila pun hanya tersenyum “Apa sih maksudnya?” ucap Dila yang tidak mengerti maksud teman-temannya. Akhirnya Nizam pun menjawab pertanyaan dari Dila “Aku, sekolah penerbangan Dil di Bandung, tapi sekarang aku lagi libur. Lusa aku sudah balik lagi” jawab Nizam. “ooh, gitu ya!” ujar Dila.
Waktu pun terus berputar, tak terasa mereka sudah lama berada di tempat ini. Mereka pun melanjutkan berjalan-jalan lagi. “Nonton yuk? Aku bayarin deh!” ucap Nizam. “Serius! dibayarin?” ucap Andi. “Iya, bener deh. Kapan lagi coba aku bayarin” ujar Nizam. “Boleh juga kalau mau bayarin” ucap Dila dan Duwi. Akhirnya mereka pun menonton film terbaru di XXI. “Eh, tapi aku duduknya dekat Dila ya? Ujar Nizam. “Iya deh, iya. Kasian udah bayarin” ujar Andi. Setelah hampir dua jam mereka berada dalam ruangan bersuhu dingin itu. Akhirnya mereka keluar. Namun mereka pun melanjutkan untuk makan malam bersama, hari ini memang Nizam yang membayarkan semuanya. Makanan pun sudah habis. Mereka pun memutuskan untuk pulang. Nizam ingin sekali mengantarkan Dila pulang “Dil, pulang bareng aku ya?” tanya Nizam. “Iya Dil, pulang bareng Nizam aja. Dari pada kamu pulang sendiri” ujar Sukma. Dila pun tak bisa menolak ajakan Nizam, karena teman-temannya memaksa Dila untuk pulang bareng Nizam. “Iya deh” jawab Dila sambil menganggukan kepalanya.
Sepanjang perjalanan Dila hanya bisa mengotak-atik handphonenya, entah kenapa Dila merasa gugup, tidak seperti tadi saat masih ada teman-temannya. Ia merasa seperti orang yang baru kenal dengan Nizam. Memang sejak dulu Dila sangat menyukai Nizam, sebenarnya Nizam pun sangat menyukai Dila tapi Nizam tak pernah berani untuk mengungkapkannya, sampai-sampai Dila tidak pernah mengetahui bahwa Nizam menyukainya. “Kamu kenapa diam aja?” tanya Nizam. “Hemh, ga apa-apa ko?” jawab Dila. Nizam pun kembali fokus pada jalanan dan mobil yang dikemudikannya. “Kamu maukan antar aku dulu?” tanya Nizam. “Kemana?” ucap Dila. “Ya, nanti juga tau” ujar Nizam. “Kamu, mau nyulik aku ya?” ucap Dila. “Ha..ha..ha Dila kamu ini ada-ada saja” jawab Nizam sambil tak henti-hentinya tertawa. Nizam pun terus mengemudikan mobilnya. “Dil, Dila” ujar Nizam. “Eh iya, kenapa?” ujar Dila kaget. “Dil, bapak kau pemulung ya?” ucap Nizam. Dila pun tiba-tiba bete saat itu. “Enak aja kamu” jawab Dila sewot. “Ish, ko kamu malah marah sih, aku kan mau ngegombal” ujar Nizam. Dila pun sangat malu sekali saat itu karena ia tidak tahu kalau Nizam mau menggombalinya “Oh, ha..ha..ha. kok kamu tahu?” jawab Dila yang masih saja tertawa. “Ah, udahlah ga seru!” jawab Nizam dengan bete. Dila merasa tidak enak pada Nizam. “Ih, ko malah ngambek sih, makanya kalau mau ngegombal bilang-bilang dulu” ucap Dila sambil membujuk Nizam agar tidak marah. Akhirnya mobil yang di kemudikan Nizam pun berhenti di suatu tempat. Dila cukup kaget saat ia sampai di tempat itu. “Kenapa ke sini?” tanya Dila heran, Nizam pun hanya terdiam tak menjawab pertanyaan Dila. Kafe yang terletak di pinggir danau ini memang sering Dila dan teman-temannya datangi. Tempatnya yang nyaman dan sejuk apalagi malam-malam. Entah apa maksud Nizam mengajak Dila ke tempat ini. “Kamu duduk di sini dulu ya!” ujar Nizam. Tidak lama Nizam pun datang dengan membawa kotak yang terbuat dari kardus berbentuk love dan ia berikan kepada Dila. Dila pun tidak mengerti maksud Nizam. “Apa ini?” tanya Dila. “Kamu liat aja nanti di rumah” jawab Nizam. Nizam dan Dila pun melanjutkan perbincangan mereka, mereka terliat asyik mengobrol namun Dila masih saja heran dengan sikap Nizam. Saat asyiknya mereka berbincang-bincang datanglah seorang pelayan kafe dengan membawa jus alpukat dan tape bakar. “Permisi, ini pesanannya” ucap pelayan itu sambil menaruh makanan dan minuman itu di meja. “Loh, aku kan ga pesen mas!” ucap Dila pada pelayan itu. Saat pelayan akan menjawab pertanyaan Dila. Nizam pun langsung berkata “Iya mas, makasih” kata Nizam. “Ini punya kamu?” tanya Dila. “Ya, punya kita lah” jawab Nizam. “Tapi kan aku ga mesan!” Ujar Dila. “Yaudah Makan aja sih” ucap Nizam. Dila pun semakin bingung karena Nizam memesan jus alpukat dan tape bakar kesukaan Dila. “Kenapa kamu mesan ini?” tanya Dila heran. “Inikan kesukaan kamu!” jawab Nizam sambil memancarkan senyum di wajahnya. Dila Tak mengerti maksud semua ini. Akhirnya Dila mengajak Nizam untuk pulang.
Tak perlu kau kirim bunga
'tuk buktikan cinta
Tak perlu puisi indah
Agar ku bahagia...
Suara dering handphone itu sangat mengganggu Dila, karena ia sudah sangat mengantuk. “Aah, siapa sih ini malam-malam SMS!” ucap Dila sewot. Saat ia membuka handphonenya ternyata SMS dari Nizam.
Kuminta rembulan menemani tidurmu
Kumohon pada bintang menjaga istirahatmu
Selamat tidur. Semoga esok hari kau bangun dengan semangat baru
Sender:
Nizam
0878878xxxx
Sent:
23:24
01/01/2012
SMS dari Nizam membuat Dila tersenyum sendiri...
“Dil..dila bangun nanti kamu telat!” suara ibu membangunkan Dila sambil mengetuk kamarnya. “Iya bu” jawab Dila yang masih mengantuk. Saat ia membuka matanya, langsung ia lihat handphone yang tergeletak di sampingnya. Ia tercengang kaget saat ia membaca pesan di ponselnya. Ia pun segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Saat ia membuka pintu sudah ada mobil yang terparkir di depan rumah. “Dil, hayu naik!” ucap Nizam yang berada dalam mobil. “Kamu sudah menunggu dari tadi ya?” tanya Dila. “Ga kok. “ jawab Nizam singkat. Percakapan pun terjadi selama perjalanan menuju kampus. “Kamu udah sarapan?” tanya Nizam. “Belum” jawab Dila singkat. “Kita sarapan dulu ya?” ucap Nizam sambil memarkirkan mobilnya di depan tukang bubur...
Langit pun begitu bersinar siang ini. Dila bersiap-siap untuk pulang. Kali ini Nizam sudah menunggunya di depan kampus. Ternyata Dila sudah berjanji pada Nizam kalau ia akan mengantarkan Nizam untuk membeli perlengkapan sebelum ia ke Bandung. “Kamu ga apa-apakan Dil kalau antar aku dulu?” tanya Nizam. “Iya, nyantai ajalah” jawab Dila. “Besok sehabis shalat shubuh aku berangkat ke Bandung!” ujar Nizam. “ooh, yah aku ga di antar jemput lagi dong?” ucap Dila sambil menggoda Nizam. “he..he..he iya lah. Tapi aku selalu mengantarkan kamu ko menuju hatiku” ucap Nizam. Dila pun hanya tertawa saat mendengar perkataan Nizam. Selesai berbelanja Nizam pun mengantarkan Dila pulang...
Walau aku jauh memandang dirimu, bahkan tak tampak dirimu dengan jelas disana. Namun slalu dekat dihatiku, memang engkau tak pernah hadir dihadapku tapi engkau slalu dipikiranku setiap aku berpikir.
Sender:
Nizam
0878878xxxx
Sent:
20:32
02/ 01/ 2012
Dila semakin heran dengan sikap Nizam sekarang. Nizam selalu mengirimkannya pesan-pesan singkat yang berisi tentang cinta atau perhatian. Walaupun Nizam jauh namun Dila merasa perhatian Nizam begitu tulus. Ini membuat Dila Heran karena Nizam tak seperti dulu yang cuek padanya. Nizam yang sekarang begitu perhatian padanya.
Langganan:
Postingan (Atom)